Tuesday, July 17, 2012 in

GLOBAL Vs GLOCAL



Kondisi pasar saat ini mulai bergerak meluas, perusahaan mulai merasa bahwa pasar lokal sudah tidak bisa membuat mereka ‘puas’ akan hasil yang mereka dapatkan. Well, sebentar lagi ASEAN–China Free Trade Area (ACFTA) akan berlaku di Indonesia. Produk-produk yang selama ini hanya berputar di konsumen lokal sudah mulai mempersiapkan diri untuk dapat diterima oleh konsumen global.

Hal ini tentu saja berdampak pada strategi pemasaran yang akan diterapkan. Tetap melakukan domestic marketing atau international marketing. Tentu saja, international marketing menawarkan keuntungan yang jauh lebih besar lagi, namun marketeers harus sudah siap dengan dua atau lebih variabel yang tidak dapat dikendalikan, seperti perbedaan budaya, peraturan, politik, dan sistem ekonomi negara yang berbeda dari satu negara dan negara yang lainnya. Kalau menurut versi Lufthansa, “You don’t learn to fly overseas overnight.”

Tidak banyak perusahaan yang ‘becus’ untuk act global dewasa ini, karena kondisi market makin bervariatif, makin kompleks, makin ‘ribet’ kalau kata orang betawi. Pasar tidak lagi mencari produk untuk memenuhi kebutuhan mereka, namun standar sudah di set pada pemenuhan keinginan mereka. Jeffrey B. Schmidt mengelompokkan produk menjadi 3 kategori besar, core product, actual product, dan augmented product. Saat ini, semua orang berlomba-lomba untuk bisa menghasilkan produk dalam kategori augmented product. Research, research, and more research.

Lalu, apakah produk yang sudah dipaksakan berada dalam lingkup augmented product itu bisa menjamin produk tersebut bisa diterima secara global? Sangat diragukan. Lalu bagaimana?

Patrick Geddes, seorang aktivis sosial, mencetuskan cikal bakal dari kalimat yang berbunyi “Think Globally, Act Locally.” Sebagian dari perusahaan di jepang, seperti Sony Corporation sudah menerapkan kalimat ini dalam setiap strategi branding dan periklanan mereka sejak tahun 1980an. McD Indonesia hampir jadi korban keganasan dunia international jika tidak berlaku lokal. Idealisme mereka dengan burger dan kentang, tidak cocok dengan ‘hukum’ warga Indonesia, ‘ndak makan nasi, ndak makan’, kalau waktu itu mereka tidak ‘mengalah’ dan berpikir secara lokal, Anda mungkin tidak akan menemukan McD saat ini.

So? Belajarlah dari mereka dan tinggalkan ego yang berangan-angan ingin berdiri di puncak dunia hanya dengan pemikiran global tanpa mau menyesuaikan diri dengan kondisi lokal dimana Anda berdiri. It’s not gonna work ayway.Think Global, Act Local, Be GloCal. (CBA)

Leave a Reply